NEWS
Body Positivity: Menerima Diri Dan Mengubah Persepsi Kecantikan
Body Positivity: Menerima Diri Dan Mengubah Persepsi Kecantikan

Body Positivity Telah Menjadi Salah Satu Gerakan Sosial Paling Berpengaruh Di Era Modern, Mengubah Cara Kita Memandang Tubuh. Gerakan Body Positivity menjadi simbol perlawanan terhadap standar kecantikan sempit yang selama ini mendominasi media dan budaya populer. Dulu, cantik sering kali diartikan sebagai tubuh ramping, kulit putih, dan wajah simetris. Kini, definisi itu mulai bergeser menuju pemahaman yang lebih inklusif bahwa setiap orang berhak merasa cantik dan percaya diri dengan tubuhnya sendiri.
Akar Gerakan Body Positivity. Gerakan Body Positivity sebenarnya bukanlah hal baru. Ia berawal dari gerakan fat acceptance di tahun 1960-an di Amerika Serikat, yang menentang diskriminasi terhadap orang bertubuh besar. Seiring berjalannya waktu, gerakan ini berkembang menjadi gerakan sosial global yang lebih luas: menuntut penerimaan terhadap semua bentuk tubuh, baik kurus, gemuk, tinggi, pendek, berkulit gelap, berjerawat, memiliki stretch mark, hingga bekas luka.
Media sosial seperti Instagram dan TikTok memainkan peran besar dalam menyebarkan pesan ini. Ribuan pengguna mulai membagikan foto tanpa filter, memperlihatkan tubuh mereka dengan segala “ketidaksempurnaannya”. Hashtag seperti #BodyPositivity, #LoveYourself, dan #RealBeauty menjadi simbol bahwa kecantikan sejati tidak dapat diukur dengan satu standar.
Dampak Media terhadap Persepsi Kecantikan. Sebelum gerakan ini populer, media massa memiliki pengaruh besar dalam membentuk persepsi kecantikan. Iklan, majalah, hingga sinetron sering menampilkan figur ideal yang tidak realistis. Banyak perempuan muda merasa tertekan untuk meniru sosok model dengan tubuh langsing dan wajah sempurna. Fenomena ini memunculkan body shaming, yaitu tindakan mengkritik atau merendahkan penampilan seseorang berdasarkan bentuk tubuhnya.
Namun, era digital membawa perubahan besar. Kini, semakin banyak kampanye kecantikan yang menampilkan model dari berbagai ras, ukuran tubuh, dan usia. Merek seperti Dove, Fenty Beauty, dan Savage X Fenty menjadi pelopor kampanye inklusif yang mempromosikan keberagaman kecantikan.
Body Positivity Dan Kesehatan Mental
Body Positivity Dan Kesehatan Mental. Salah satu kekuatan utama dari gerakan Body Positivity adalah dampaknya terhadap kesehatan mental. Banyak orang, terutama perempuan muda, mengalami tekanan psikologis akibat standar kecantikan yang tidak realistis. Rasa tidak percaya diri, gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia, serta kecemasan sosial sering muncul dari perbandingan diri dengan citra ideal yang terus dipromosikan media.
Dengan hadirnya Body Positivity, banyak individu mulai belajar mencintai diri sendiri dan berhenti menyiksa tubuh hanya demi memenuhi ekspektasi sosial. Menerima tubuh berarti juga menerima segala prosesnya naik turun berat badan, perubahan seiring usia, dan bekas pengalaman hidup yang terekam pada kulit.
Mengubah Paradigma: Dari Sekadar Menerima ke Menghargai. Meski Body Positivity berfokus pada penerimaan diri, banyak ahli menyarankan agar gerakan ini juga mendorong body neutrality dan body appreciation. Body neutrality mengajarkan bahwa kita tidak harus selalu mencintai tubuh setiap saat, tetapi kita bisa menghargai fungsinya. Misalnya, menghargai kaki karena mampu membawa kita berjalan, bukan karena tampil ramping. Sedangkan body appreciation mengajak kita untuk merayakan apa yang tubuh kita lakukan, bukan bagaimana tampilannya.
Body Positivity di Indonesia. Di Indonesia, gerakan Body Positivity mulai berkembang pesat terutama di kalangan anak muda dan influencer. Tokoh seperti Clara Devi, Dinda Ghania, dan Jharna Bhagwani menggunakan platform media sosial untuk menyuarakan pesan tentang menerima diri. Mereka menunjukkan bahwa cantik bukan hanya tentang bentuk tubuh, melainkan tentang kepribadian, kepercayaan diri, dan kesehatan batin.
Selain itu, beberapa brand lokal mulai beradaptasi dengan kampanye inklusif. Misalnya, merek pakaian yang menghadirkan ukuran “plus size” tanpa diskriminasi harga, atau brand skincare yang menampilkan model dengan kulit sawo matang dan berjerawat. Langkah ini menunjukkan bahwa keindahan lokal kini lebih dihargai dan diterima.
Peran Media Sosial: Antara Dukungan Dan Tekanan Baru
Peran Media Sosial: Antara Dukungan Dan Tekanan Baru. Meskipun media sosial berperan besar dalam menyebarkan semangat Body Positivity, platform ini juga bisa menjadi pedang bermata dua. Banyak pengguna yang justru merasa tertekan untuk selalu tampak “mencintai diri sendiri” di dunia maya. Unggahan bertema self-love kadang terasa seperti kewajiban, bukan kesadaran.
Selain itu, muncul tren baru yang disebut toxic positivity, di mana seseorang dipaksa untuk selalu berpikir positif dan mengabaikan emosi negatif. Padahal, mencintai diri sendiri juga berarti memberi ruang untuk merasa tidak sempurna dan tetap menghargai diri meski sedang tidak baik-baik saja.
Body Positivity untuk Laki-Laki. Gerakan ini tidak hanya untuk perempuan. Laki-laki juga menghadapi tekanan sosial mengenai bentuk tubuh, seperti harus memiliki otot besar, tinggi ideal, dan wajah maskulin. Banyak pria muda merasa minder karena tidak sesuai dengan gambaran tersebut. Melalui Body Positivity, laki-laki juga diajak untuk memahami bahwa tubuh mereka tidak harus sempurna untuk dihargai. Maskulinitas tidak ditentukan oleh ukuran otot, melainkan oleh kejujuran, keberanian, dan sikap menerima diri.
Dari Kampanye ke Gaya Hidup. Body Positivity bukan sekadar slogan, melainkan gaya hidup yang perlu diterapkan sehari-hari. Ini bisa dimulai dari hal kecil: berhenti membandingkan diri dengan orang lain, tidak mengomentari tubuh orang lain, dan memilih media yang menampilkan keberagaman. Pendidikan sejak dini juga penting mengajarkan anak untuk menghargai perbedaan fisik dan tidak menilai seseorang dari penampilan.
Perusahaan, media, dan sekolah punya tanggung jawab besar dalam memperkuat pesan ini. Kampanye yang autentik dan konsisten akan membantu menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara mental dan sosial.
Tantangan Di Era Modern
Tantangan Di Era Modern. Meski gerakan Body Positivity telah berkembang luas, tantangan masih banyak. Industri kecantikan masih sering menjual produk dengan narasi “perbaikan diri”, yang secara tidak langsung memperkuat gagasan bahwa tubuh alami perlu diubah agar dianggap menarik. Selain itu, algoritma media sosial cenderung menonjolkan konten dengan “citra ideal”, membuat pesan keaslian sering tertutupi oleh tren visual yang sempurna.
Lebih jauh, munculnya fenomena filter culture di platform seperti Instagram dan TikTok juga menambah kompleksitas isu ini. Banyak pengguna secara tidak sadar merasa lebih percaya diri saat wajahnya diubah oleh filter digital membuat batas antara dunia nyata dan maya menjadi kabur. Akibatnya, ekspektasi terhadap penampilan semakin tidak realistis dan menimbulkan tekanan psikologis baru, terutama di kalangan remaja.
Untuk itu, dibutuhkan literasi digital dan kesadaran sosial yang tinggi agar kita bisa menilai konten dengan bijak. Setiap orang berhak menentukan sendiri apa yang membuatnya nyaman dan bahagia tanpa harus tunduk pada tekanan eksternal. Membangun budaya yang menghargai keaslian dan keberagaman menjadi langkah penting agar semangat Body Positivity tidak hanya menjadi tren sesaat, tetapi menjadi perubahan nyata yang berkelanjutan dalam masyarakat modern.
Gerakan Body Positivity membawa angin segar dalam dunia yang lama dikuasai oleh standar kecantikan sempit. Ia bukan hanya tentang menerima bentuk tubuh, tetapi juga tentang menghargai keberagaman manusia. Kecantikan tidak lagi sekadar soal fisik, melainkan tentang bagaimana seseorang memperlakukan dirinya dan orang lain dengan penuh kasih.
Menerima diri bukan berarti berhenti merawat tubuh, tetapi memahami bahwa perawatan adalah bentuk cinta, bukan hukuman. Dengan semangat Body Positivity, kita belajar bahwa setiap tubuh memiliki cerita, setiap bekas luka punya makna, dan setiap orang layak untuk merasa berharga apa pun bentuknya. Karena pada akhirnya, kecantikan sejati lahir dari kepercayaan diri dan rasa syukur terhadap diri sendiri. Dan itulah pesan utama dari Body Positivity.